ANTARA KONTRIBUSI NYATA DAN FATAMORGANA, PILIH MANA?
Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997,
mengakibatkan kondisi perekonomian Indonesia mengalami turbulensi baik pada skala makro maupun mikro, yang diikuti dengan
melemahnya nilai tukar rupiah dan kemudian berkembang menjadi krisis multi
dimensi. Dampak dari krisis tersebut dapat dilihat dari kondisi perekonomian
Indonesia yang mengalami penurunan diakibatkan dari menurunnya investasi, baik
dalam negeri maupun luar negeri. Seperti halnya terlihat bahwa likuiditas bursa
saham hanya bisa mencapai 6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2003
(Kompas, 14/12/2006), dan sebagaimana yang dipaparkan oleh Ketua Umum Kadin
Indonesia MS. Hidayat dalam artikelnya yang berjudul “Iklim Usaha Harus Kondusif” menyatakan bahwa “tingkat investasi di
tahun 2005 hanya 16% dari PDB bila dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis
moneter terjadi yang berkisar lebih dari 30%. Namun meskipun demikian, kondisi
tersebut berangsur-angsur mulai membaik dimana, data menunjukkan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang semula negatif pada awal tahun 2000
berangsur-angsur mulai membaik dan
melaju menuju tingkat diatas 5%. Di tahun 2006 menunjukkan bahwa kinerja
perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang membaik yang disertai dengan
stabilitas makro yang terjaga selain itu, beberapa indicator makro menunjukkan
perkembangan yang positif seperti kondisi neraca pembayaran yag surplus, nilai tukar
yang menguat, dan inflasi yang terus menurun. Hal tersebut juga didorong oleh
sektor keungan yang relatif stabil yang ditunjukkan dengan meningkatnya pasar
saham, pasar uang, dan pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa
Efek Jakarta (BEJ) yang mengalami peningkatan sebesar 55,11% (28/12))
dibandingkan tahun sebelumnya.
Melihat kondisi stabilitas makro yang terjaga selama kisaran
tahun 2006 Bank Indonesia (BI) optimis bahwa perekonomian Indonesia pada tahun
2007 akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi, yang diprakirakan mencapai
5,7% - 6,3% atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi ditahun 2006. Namun,
untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan dana segar untuk membiayai
pelaksannaannya dan dana tersebut dapat diperoleh dari pemerintah, kredit
perbankan, dana luar negeri, masyarakat serta pasar modal. Sehingga, kondisi
pertumbuhan yang ditargetkan oleh BI akan dapat dicapai bila gairah
berinvestasi dapat terus ditingkatkan, yang diharapkan dapat menjadi motor
penggerak kebangkitan perekonomian Indonesia di masa yang akan dating.
Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang besar bagi kondisi perekonomian Indonesia namun pada
faktanya, berdasarkan laporan Bank Dunia tercatat bahwa terdapat 110 juta
penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan standar
penghasilan di bawah US$2 perhari atau ± Rp 18 ribu perhari. Memang kondisi
tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan selama
Ini karena bagaimanapun meski pertumbuhan ekonomi meningkat
sebesar 5% namun ternyata menurut laporan Bappenas setiap terjadi kenaikan 1%%
hanya mampu membuka 48 ribu lapangan kerja.
Berdasarkan permasalahan di atas yang jadi pertanyaannya “Pertumbuhan ekonomi yang seperti apa yang
mampu membawa perubahan bagi kondisi perekonomian yang tercermin dari
meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat ?”.
Kalau kita lihat fakta yang ada, agar pertumbuhan ekonomi
dapat terus ditingkatkan adalah dengan meningkatkan semangat berinvestasi di
dalam pasar modal, yang berarti salah satu fokus pemerintah untuk memulihkan
kondisi perekonomian pada sektor non-riil,
karena sebesar apapun target yang ingin dicapai dari pertumbuhan ekonomi itu
sendiri, tetap tidak akan mampu menurunkan angka kemiskinan. Namun, bila
kondisi tersebut ingin benar-benar dapat dicapai, focus pertumbuhan
seharusnyadiarahkan pada sektor yang produktif (sektor riil), karena melalui sektor inilah yang mampu memberikan sumbangan
terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Sementara, untuk sektor non-riil,
aktivitasnya hanya berkisar pada permainan di bursa saham yang melibatkan
sejumlah besar pemodal untuk berkontribusi di dalamnya dan keuntungan yang
didapatkanpun besar namun, resiko yang nanti akan dihadapi sangatlah besar karena kita bermain dalam dunia maya dan
pergerakan harga asaham akan selalu berubah dari waktu ke waktu. Keuntungan
dari aktivitas ini sangatlah menarik, namun hanya segelintir orang yang
memiliki modal yang mampu bermain di dalamnya, sehingga distribusi kekayaan
hanya mengalir di tangan para pemilik modal. Bila ingin kekayaan tersebut
mengalir ke tangan masyarakat adalah melalui mekanisme bekerja, sehingga dengan
bekerja masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan dengan bekerja pula
menjadi salah satu sarana untuk mengurangi kemiskinan. Namun, bagaimana pekerjaan
tersebut dapat diperoleh sementara lapangan kerja sulit untuk didapatkan?.
Lapangan kerja baru dapat diciptakan bila kinerja pada
sektor riil terkait dengan industry,
pertanian, dan perdagangan mampu ditingkatkan dan mampu memberikan sumbangan
terbesar bagi pertumbuhan ekonomi. Namun bagaimanapun juga era globalisasi
merupakan era dimana persaingan akan terus meningkat dan disana dituntut
industry-industri atau perusahaan local untuk mampu beersaing didalamnya, hanya
saja daya saing akan mampu diperoleh bila perusahaan memiliiki competitive advantage. Untuk mencapai
kondisi tersebut perlu adanya dukungan dari performance
yang handal baik dari segi Sumber Daya Manusia (SDM), keuangan, pemasaran, dan
operasionalnya. Namun pada faktanya sektor riil
belum mampu tumbuh, hal ini didasari oleh belum terciptanya
iklim usaha yang kondusif.
Iklim usaha yang kondusif diperlukan untuk dapat membantu
sektor ini untuk tumbuh dan berkembang. Namun bagaimanapun juga, sebagaimana
yang pernah dilakukan pemerintah dalam hal pembangunan infrastruktur ternyata
bergerak lamban. Hal ini diakibatkan, anggaran APBN bersifat ekspansif karena
hanya sekitar Rp138,7 triliun atau 4,4% dari PDB untuk biaya pemeliharaan dan
pembangunan infrastruktur, itupun hanya sebagian kecil dari anggaran tersebut,
dan di tahun 2007 anggaran tersebut semakin berkurang yaitu sekitar 3,2% dari
PDB.
Keterbatasan peran pemerintah dalam hal pembiayaan,
mengakibatkan perlu adanya bantuan dari sektor swasta untuk mengatasi masalah
tersebut. Dimana, penciptaan iklim investasi yang baik akan memberikan nilai
lebih di mata dunia internasional, dan hal ini merupakan salah satu upaya untuk
menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia ke dalam
perusahaan manufaktur khususnya.
Hanya sajasesuatu yang ditanam di atas tempat yang salah
tentunya hasilnyapun juga akan salah. Dimana, dengan dibuka lebarnya iklim
berinvestasi bagi swasta akhirnya membuat beberapa perusahaan milik Negara akan
di swastanisasikan, meskipun pemerintah masih memiliki asset didalamnya hanya
saja bila asset yang dimiliki pihak swasta lebih besar dibanding asset
pemerintah, mengakibatkan segala kebijakan yang ada meskipun keputusan dalam
penentuan kebijakan diserahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), tetap
keputusan sepenuhnya berada di tangan penanam modal terbesar. Seperti halnya telah kita ketahui
karakter dari perusahaan milik Negara bersifat monopolistic sehingga ketika perusahaan itu ditangani oleh swasta
yang mengarah pada profit oriented
mengakibatkan segala keputusan yang diambil mengarah pada keuntungan yang dapat
diperoleh mereka.
Begitupula ketika pemerintah berhasil menarik minat investor
asing untuk menanamkan modalnya, yang mengakibatkan sejumlah asset terbesar
milik Negara jatuh ke tangan investor asing. Seperti halnya PT. Freeport dengan
asset terbesar dimiliki oleh Freeport itu sendiri (81,28%), kemudian Indocopper
Investama (9,4%), dan pemerintah Republik Indonesia (9,4%). Papua memiliki
cadangan emas terbesar kedua dunia dimana dengan berinvestasi di sana Freeport
memperoleh total pendapatan US$ 2,3 miliar (2004), US$ 4,2 miliar (2005),
sementara pemerintah RI memperoleh setoran pendapatan US$ 308 juta (2004) dan
US$ 1,6 miliar (2005), dan bagaimana dengan kondisi Papua itu sendiri ?
Berdasarkan data yang diperoleh sekitar 50% penduduknya berada di bawah garis
kemiskinan. Hal ini hanya salah satu dari beberapa asset terbesar Negara yang
pengelolaannya diserahkan kepada investor asing. Sehingga,
apa langkah yang harus segera dilakukan agar kondisi yang tengah melanda Negara
kita dapat kita atasi ?
Sebenarnay jauh sebelum para ekonom merumuskan solusi atas
berbagai masalah yang tengah melanda dunia, Islam telah menawarkan dan
merealisasikan konsep sistem pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyat, cara
penanganan kemiskinan, perwujudan kesejahteraan hidup, dan lain sebagainya.
Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih
sebanyak-banyaknya harta, mengusahakannya sebanyak yang ia mampu, mengembangkan
dan memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar aturan-aturan Allah SWT. Begitu
pula sektor swasta terus didorong untuk berkembang semaksimal mungkin, karena
ekonomi Islam bertujuan untuk menumbuh kembangkan taraf perekonomian pada
sektor riil. Sehingga dengan tidak
adanya dorongan untuk meraih sebanyak-banyaknya harta dan mengusahakannya,
mengakibatkan manusia akan terdorong untuk berupaya seoptimal mungkin untuk
menghasilkan produk bermutu tinggi dengan harga murah agar unggul dalam era
persaingan bebas, selain itu juga akan mendorong dan memunculkan kreatifitas
manusia dengan optimal. Namun terlepas dari itu, diperlukan adanya pengembangan
SDM yang unggul, dimana Islam sangat memperhatikan hal ini, banyak sarana serta
prasarana yang disediakan agar generasi unggul dan berkualitas dapat terus
ditingkatkan. Bahkan Islam menghargai setiap orang yang bekerja keras dan
menganggapnya sebagai ibadah, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah
SAW yang rela mencium tangan Saad bin Muadz meski tangannya sangat kasar hanya
karena dia seorang pekerja keras, seraya berkata “dua tangan yang dicintai
Allah SWT”.
Namun, Islam melarang individu untuk mengumpulkan dan
menimbun harta kekayaannya di luar kebutuhannya atau tanpa keperluan apapun,
karena penimbunan harta akan menghambat perumbuhan ekonomi dan akan menghambat
distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, Islam
mendorong agar individu yang memiliki kekayaan yang berlebih untuk tetap
mengembangkan kekayaan tersebut sehingga hal ini juga dapat membuka lapangan
pekerjaan bagi pihak lain yang membutuhkan.
Harta yang dimiliki oleh seorang muslim tidak boleh dikembangkan
dan dimanfaatkan dengan cara yang bertentangan dengan aturan-aturan Allah SWT.
Islam telah melarang aktivitas judi, riba, penipuan, serta investasi di sektor non-riil
karena aktivitas ini akan menurunkan produktivitas manusia. Begitu pula
dengan tanah yang dimiliki oleh individu, harus difungsikan secara optimal.
Namun, bila tanah tersebut telah ditelantarkan lebih dari tiga tahun oleh
pemiliknya, akan disita oleh Negara dan diberikan kepada orang yang
mau menggarapnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Sebelumnya tanah itu milik Allah dan Rasul-Nya, kemudian setelah itu milik
kalian. Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka ia menjadi miliknya. Dan
tidak ada hak bagiyang memagari setelah (menelantarkan tanahnya) selama tiga
tahun” (HR. Baihaqi). Sehingga, dengan optimalisasi fungsi tanah akan mendorong
kegiatan ekonomi terutama sektor pertanian yang sekaligus berpengaruh kepada
sektor-sektor ekonomi lainnya.
Islam mendorong individu untuk berinfak kepada orang lain,
karena pada hakekatnya tidak semua orang memiliki kesempatan dan kemampuan yang
sama. Oleh karena itu, setelah semua kebutuhan hidup terpenuhi ia wajib
menolong orang-orang yang membutuhkan, termasuk kewajiban lainnya seperti zakat
bagi yang mampu kepada pihak yang berhak menerimanya (Mustahik). Selain itu, harta
yang dimilki Negara seperti tanah, barang, dan uang akan dibagikan sebagai
modal usaha bagi pihak yang membutuhkan, dan sarana serta prasarana yang
mengasai hajat hidup orang banyak akan dikelola Negara dan di distribusikan di
tengah-tengah masyarakat dengan cuma-cuma atau dengan harga murah. Kemudian,
harta waris juga harus dibagikan kepada ahli warisnya. Sehingga, dengan
demikian harta akan beredar tidak hanya dikalangan orang-orang kaya saja,
tetapi juga dikalangan orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
Sebagaimana Islam menyatakan “Kayla
yakuna duulatan bayna al-aghniya minkum” (agar harta tidak hanya beredar di
kalangan orang-orang kaya diantara kalian saja).
Subhanallah, suatu konsep yang sangat sempurna dan kosep ini
pernah diterapkan pada masa Rasulullah dan Khalifah-Khalifah terdahulu. Namun,
bila konsep ini diterapkan oleh Negara kita, hasilnyapun akan tetap sama,
karena Islam hanya diterapkan secara parsial dan berfungsi minimalist state, dalam arti hanya di terapkan oleh Indonesia,
Malaysia, dan beberapa Negara muslim lainnya. Sehingga, perlu adanya suatu
institusi yang berdaulat yang dapat mempersatukan seluruh kaum muslimin di
dunia dalam satu pemerintahan Islam. Karena Islam dapat berfungsi sangat
sentral sebagai ri’ayatu suuni al-ummah (pengatur
kehidupan umat), dimana Islam tidak hanya berfungsi minimal (minimalist state). Begitu pula dengan
adanya aturan, peran dan fungsi Negara dapat mengontrol pelaksanaan system
ekonomi Islam dengan baik dan kesejahteraanpun akan tercipta. Sekarang, pilih
yang mana ?. Wallahu’alam (*)
*Azizah K
Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI)
Fakultas Ekonomi Universitas Lambung
Mangkurat
Banjarmasin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar