DEBU-DEBU PIKIRAN
Waktu
itu, hujan tengah membasahi jalanan sekitar. Disampingku, tengah duduk
seseorang yang lama ku kenal. Lama kami menunggu, namun hujan tak kunjung reda.
Kamipun membuka obrolan tentang hal-hal menarik yang kami temui selama ini,
hingga pada akhirnya iapun bercerita banyak tentang dilema yang tengah ia
hadapi. Tanpa disuguhi bumbu penyedap cerita itupun mengalir mulus, yah rumit
memang masalah yang tengah ia hadapi tapi…aku bersyukur karena ia percaya
padaku, sebagai tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Dan itulah gunanya teman,
bukan?
Setelah
bercerita banyak, iapun merasa lega. Pikirku, mungkin inilah salah satu cara
bagi sebagian orang untuk membuat perasaannya lega, yah gak Cuma dengan nangis,
teriak, memukul sesuatu, tapi cukup dengan mencurahkan semua isi hatinya.
Memang tidak menyelesaikan masalah sih, tapi setidaknya hati kita bisa lebih
tenang. Dan insyaAllah, sebagai muslim yang baik, kita wajib untuk meringankan
beban sesama muslim, dan memberikan solusi yang sesuai dengan aturan Allah SWT,
serta mendoakan kebaikan kepadanya.
Dari
ceritanya, aku kembali berpikir bukankah dulu aku juga pernah menemui masalah
yang sama, dan yang menjadi faktor pemicunya adalah “Prasangka”. Prasangka
acapkali terlintas dalam benak kita, dengan prasangka itu pula acapkali secara
sadar ataupun tanpa sadar kita telah menyakiti hati seseorang. PPrasangka
itupun selalu hadir saat ataupun setelah kita melakukan kebaikan. Disaat itulah
keikhlasan itu diuji, apakah kita tulus melakukan semua kebaikan atau justru
sebaliknya, hingga semua perbuatan kita selama ini tak bernilai apa-apa di
hadapan-Nya. Allah telah memperingatkan kita dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah
[2] 264 : “Hai orang-orang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan sipenerima)…”
Begitu
banyak permusuhan dan pertikaian yang terjadi disebabkan oleh adanya prasangka.
Hingga tak jarang, sesama tetangga saling tak bertegur sapa, antara saudara
saling berjauhan, antara sesama rekan saling bersitegang. Semua karena
prasangka bukan karena cinta.
Prasangka
adalah debu-debu pikiran yang mengaburkan pandangan hati hingga kita tak mampu
melihat dengan baik. Tatkala prasangka hadir, ia akan membawa banyak
titik-titik hitam kedalam jiwa kita, hingga tanpa sadar titik-titik tersebut
kan membentuk lubang hitam (black hole) yang
kan membinasakan diri kita. Bahkan Allah SWT telah memperingatkan umat-Nya
dalam QS. Al-Hujurat [48] 12 : “Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa.”
Kemudian Rasulullah SAW juga bersabda
:
“Jauhilah berprasangka buruk karena berprasangka buruk adalah perkataan
yang paling dusta.” (HR.
Mutafaq ‘alaih).
So, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, karena semua belum tentu kebenarannya. Bahkan disunnahkan agar kita
berbaik sangka kepada saudara kita sesama muslim. Usaplah prasangka-prasangka
yang berada dalam hati kita, meskipun hal itu tak semudah seperti menyingkirkan
debu dari kacamata. Tapi, jikalau kita ingin melihat lebih jelas dan jernih
lagi, maka berusahalah untuk menyingirkan debu-debu pikiran yang telah
mengaburkan pandangan hati.
Bukankah,
tindakan kita adalah cermin bagaimana kita melihat dunia, sementara dunia tak
lebih luas dari pikiran kita tentang diri sendiri. Itulah mengapa kita
diajarkan untuk berprasangka positif, agar kita bisa melihat dunia lebih luas
dan indah, serta berbuat selaras dengan kebaikan yang ada dalam pikiran kita.
Dunia tak membutuhkan penilaian apa-apa dari kita, ia hanya memantulkan apa
yang ingin kita lihat dan menggemakan apa yang ingin kita dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya
kita takut menghadapi diri kita sendiri. Kita perlu jujur untuk melihat diri
kita apa adanya dan dunia kan menampakkan realita yang selama ini tersembunyi
di balik penilaian kita. Jadi, kenapa kita takut untuk berbuat menjadi lebih
baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar